Jakarta: Sektor pariwisata pasca-pandemi mengalami perubahan tren yang signifikan dengan penekanan pada penerapan prinsip CHSE (Kebersihan, Kesehatan, Keamanan, dan Keberlanjutan Lingkungan). Standar ini kini menjadi fokus utama bagi para wisatawan. Ika Kusuma Permana Sari, Asisten Deputi Kapasitas Masyarakat Kementerian Pariwisata RI, menekankan pentingnya prinsip tersebut. "Wisatawan saat ini mencari destinasi yang aman, nyaman, dan bersih," ungkapnya dalam Konvensi Kirab Remaja Nasional 2025, di RRI, Jakarta, Rabu (22/1/2025). Ia menjelaskan bahwa pandemi telah mengubah cara pandang wisatawan terhadap perjalanan, dari sekadar hiburan menjadi kebutuhan yang lebih personal. "Selain menikmati destinasi, mereka juga menginginkan pengalaman yang mendukung kesehatan fisik dan mental," tambah Ika. Pemerintah mendukung tren ini melalui kampanye digital dan pemberdayaan UMKM lokal untuk memasarkan produk secara online. Destinasi cerdas seperti Labuan Bajo dan Borobudur juga menjadi contoh nyata bagaimana pariwisata Indonesia beradaptasi dengan era digital. Namun, digitalisasi dalam pariwisata juga menghadirkan tantangan, seperti risiko overtourism dan ketimpangan akses teknologi di daerah terpencil. Di samping itu, wisatawan tetap mengharapkan sentuhan personal, seperti keramahan lokal yang menjadi ciri khas pariwisata Indonesia. Untuk menghadapi tantangan yang ada, ia mengusulkan berbagai inisiatif, termasuk pelatihan pemasaran digital untuk UMKM dan pengelolaan sampah. "Keberlanjutan budaya lokal harus dijaga agar pariwisata kita memiliki identitas yang kokoh," ungkap Asisten Deputi tersebut. Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, pariwisata berkelanjutan dapat berfungsi sebagai pendorong utama ekonomi. Melalui pendekatan yang berfokus pada CHSE dan dukungan teknologi digital, Indonesia siap untuk bersaing di tingkat global.