Foto/Roky/KBRN

Tongkang Batu Bara Yang Terbuka Dapat Mencemari Sungai Musi

, 22 Des 2024

Aktivitas pengiriman batu bara melalui jalur sungai Musi yang tinggi menggunakan tongkang menjadi salah satu faktor penyebab pencemaran. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tongkang batu bara yang dibiarkan terbuka tanpa penutup selama proses distribusi. Selain itu, material batu bara yang diangkut sering kali terlihat melebihi batas ketinggian tongkang.

Menurut JJ Polong, seorang akademisi dari Universitas Sriwijaya, selama pengangkutan yang tidak tertutup tersebut, material batu bara dapat jatuh ke sungai akibat tiupan angin atau guncangan ombak. "Pencemaran di sungai Musi ini terutama disebabkan oleh aktivitas kapal tongkang batu bara yang tidak dilengkapi penutup pada baknya. Hal ini memungkinkan material jatuh ke sungai dan menyebabkan pencemaran, bahkan dapat mencemari udara di sekitarnya," ungkap Direktur Spora Institute tersebut kepada RRI pada Selasa (10/12/2024).

Material batu bara yang sulit terurai ini, ketika masuk ke dalam air sungai Musi, dapat mengancam ekosistem, termasuk populasi ikan lokal seperti Belido yang semakin langka. Selain batu bara, Polong juga menambahkan bahwa sungai Musi telah tercemar oleh mikroplastik.

Penelitian di laboratorium terhadap beberapa ikan yang diambil dari sungai Musi menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut telah terkontaminasi mikroplastik.

"Ditemukan serat-serat kecil atau potongan plastik yang telah bercampur dengan daging ikan," jelas Polong.

Pencemaran mikroplastik yang berasal dari jenis serat mendominasi hingga mencapai 80 persen. Sampah-sampah ini sebagian besar berasal dari anak sungai Musi yang terbawa saat hujan atau air pasang.

Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai juga berkontribusi terhadap pencemaran sungai yang merupakan sumber kehidupan dan perekonomian.

Sehubungan dengan hal tersebut, Polong mendesak pemerintah untuk mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang khusus ditujukan bagi warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan sekitarnya.

"Kita belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang memadai untuk masyarakat di bantaran sungai. Banyak dari mereka tidak memiliki tempat pembuangan, sehingga mereka cenderung membuang sampah langsung ke sungai," tambahnya.

Pakar Hidrologi, Prof. Dato' Achmad Syarifuddin, menyoroti serangkaian insiden di mana tongkang batu bara menabrak jembatan Ampera. 

Ia mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dengan menerapkan sanksi dan peraturan yang lebih ketat mengenai batasan beban angkut tongkang. 

"Dampak dari insiden tersebut sangat berbahaya, baik dari segi lingkungan maupun keselamatan jiwa manusia yang dapat terancam kapan saja," ujarnya, merujuk pada berita dari www.rmolsumsel.id pada 3 Januari 2024. 

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua Kawal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Kawali) Sumsel, Chandra Anugrah.

Chandra menilai bahwa penerapan peraturan saat ini sangat lemah. Ia mengacu pada Perwako Nomor 79 Tahun 2016, pasal 2 huruf b, yang menyatakan bahwa bagian atas muatan harus rata dan tidak berbentuk kerucut. 

Namun, di lapangan, sering kali ditemukan muatan batu bara yang melebihi batas ketinggian tongkang. 

"Hal ini sudah banyak dilanggar. Pertanyaannya adalah mengapa pelanggaran ini bisa terjadi dan bagaimana penerapan sanksinya," tegasnya. 

Lebih lanjut, Chandra juga menyoroti masalah tongkang yang tidak ditutup, yang belum diatur dalam Perwako Nomor 79 Tahun 2016. 

Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk merevisi regulasi tersebut.

Meskipun banyak pihak yang mengungkapkan keprihatinan mengenai seriusnya pencemaran di sungai Musi, Perumda Tirta Musi menyatakan bahwa sumber air baku masih dalam kondisi yang relatif aman.

"Untuk saat ini, kadar logam berat dan unsur lainnya masih berada di bawah ambang batas," ungkap Direktur Teknik Perumda Tirta Musi, M. Azharuddin.

Namun, Azharuddin mengakui bahwa tantangan yang dihadapi oleh pihaknya adalah terkait dengan tingkat kekeruhan air. "Dalam satu tahun terakhir, yang paling parah terjadi pada bulan Maret, di mana tingkat kekeruhan sungai Musi mencapai 4000 NTU. Hal ini disebabkan oleh peristiwa banjir di hulu sungai, khususnya di wilayah OKU pada waktu itu," tutup Azharuddin.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.