Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, melakukan panggilan telepon dengan rekannya dari Rusia, Sergey Lavrov, pada hari Sabtu (17/5/2025). Panggilan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil diskusi antara negosiator perdamaian Ukraina dan Rusia yang berlangsung di Turki. Dalam laporan dari Russia Today, kedua pihak menyambut positif hasil perundingan antara Kyiv dan Moskow di Istanbul. Mereka menekankan kesiapan untuk bekerja sama demi mencapai perdamaian dalam konflik yang ada. Rubio mengapresiasi pertukaran tahanan yang disetujui oleh delegasi Rusia dan Ukraina selama pertemuan pada hari Jumat, serta menegaskan komitmen Amerika Serikat untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan bagi perang Rusia-Ukraina, menurut pernyataan Departemen Luar Negeri AS. Lavrov juga memberikan pujian atas 'peran positif' yang dimainkan oleh Amerika dalam mendorong Kyiv untuk kembali ke meja perundingan dan setuju untuk melanjutkan proses perdamaian di Istanbul. Ia menegaskan kesiapan Moskow untuk bekerja sama dengan Washington dalam hal ini. Selain itu, Lavrov dan Rubio juga membahas isu-isu internasional dan regional lainnya, serta hubungan bilateral antara Rusia dan AS, meskipun kementerian tidak memberikan rincian lebih lanjut. Pada hari Jumat, perwakilan Rusia dan Ukraina mengadakan pertemuan selama dua jam yang dimediasi oleh Turki di Istanbul. Kedua belah pihak sepakat untuk saling bertukar usulan gencatan senjata dan membahas kemungkinan pertemuan lanjutan, menurut kepala negosiator Moskow, Vladimir Medinsky. 'Moskow dan Kyiv juga sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan secara besar-besaran. Rusia merasa puas dengan hasil pembicaraan dan siap untuk melanjutkan kontak dengan Kyiv,' ungkap Medinsky. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sebelumnya menolak untuk melakukan perundingan dengan Moskow kecuali Rusia setuju untuk gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari. Kremlin menolak tuntutan Kyiv, dengan alasan bahwa Ukraina akan memanfaatkan jeda tersebut untuk memperkuat kembali kekuatan dan mempersenjatai militernya. Namun, ia menekankan bahwa isu utama bagi Moskow tetaplah pertanyaan mengenai siapa yang akan diberikan wewenang oleh Ukraina untuk menandatangani setiap kesepakatan potensial yang dicapai oleh para negosiator. Peskov merujuk pada kenyataan bahwa masa jabatan Presiden Zelensky berakhir tahun lalu. Pemimpin Ukraina tersebut menolak untuk mengadakan pemilihan umum baru dengan alasan keadaan darurat militer. Rusia menganggap hal ini "tidak sah" dan bersikeras bahwa kewenangan hukum di Ukraina kini berada di tangan parlemen.