Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan bahwa ruang siber merupakan medan baru untuk pertahanan nasional dan mengajak kolaborasi antar sektor guna memperkuat ketahanan nasional di era digital. Dalam keterangan pers kementerian yang dirilis di Jakarta pada hari Rabu, ia mengungkapkan bahwa saat ini ancaman terhadap kedaulatan bangsa juga muncul dari ruang digital. "Ruang siber adalah inti dari pertahanan baru bangsa. Menjaganya berarti melindungi masa depan Indonesia," ujarnya di hadapan peserta Program Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional Angkatan XXV dan Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional Angkatan LXVIII di Auditorium Gadjah Mada, Gedung Lemhannas RI, Jakarta, pada hari Selasa (27/5). Meutya juga menjelaskan bahwa ancaman di ruang digital meliputi penyebaran hoaks yang berbentuk misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Istilah misinformasi merujuk pada informasi yang salah tanpa niat jahat, disinformasi adalah informasi palsu yang disebarkan dengan niat jahat, sedangkan malinformasi adalah informasi yang benar tetapi digunakan untuk merugikan pihak lain. "Hoaks bukan hanya sekadar gangguan informasi, tetapi dapat merusak ideologi, memperkeruh politik, dan menghancurkan kohesi sosial," tegas Meutya. Ancaman serius lainnya yang muncul di ruang digital adalah serangan siber dan pencurian data. Meutya mencontohkan kasus peretasan sistem Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mengganggu layanan bagi 15 juta nasabah sebagai contoh serangan siber. Dalam insiden ini, kelompok peretas LockBit 3.0 menuntut tebusan sebesar 20 juta dolar AS. Ia menambahkan bahwa infrastruktur strategis negara, termasuk militer dan lembaga pemerintahan, juga berpotensi menjadi target serangan siber. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa penguatan sistem keamanan digital adalah suatu keharusan, bukan sekadar pilihan. Kementerian Komunikasi dan Digital telah menyiapkan regulasi untuk menjaga keamanan ruang digital serta menindak pelaku serangan siber. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak atau PP TUNAS telah diterbitkan untuk melindungi anak-anak yang menggunakan layanan di ruang digital. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional. Meutya mengajak semua elemen di pemerintahan untuk menjadi penggerak dalam edukasi mengenai digitalisasi guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi ancaman di ruang digital. "Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa internet dapat memberikan manfaat, tetapi juga dapat menimbulkan mudarat. Oleh karena itu, penyuluhan yang konsisten sangatlah penting," ujarnya. "Mari kita jaga Indonesia, tidak hanya dari ancaman di darat, laut, dan udara, tetapi juga dari ancaman di ruang maya," demikian disampaikan oleh Meutya Hafid.