Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan bahwa hingga saat ini, kementeriannya belum mengambil keputusan mengenai volume bijih nikel yang akan diizinkan untuk ditambang pada tahun 2025. “Belum ada,” ungkap Yuliot saat ditemui di kantornya pada Rabu (8/1/2025), ketika ditanya mengenai kabar tentang rencana pemangkasan besar-besaran produksi bijih nikel Indonesia tahun ini. Namun, Yuliot menegaskan bahwa kuota bijih nikel untuk tahun ini telah ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel, yang nantinya akan mendapatkan izin dari Kementerian ESDM. “Itu sesuai dengan RKAB perusahaan. Berapa RKAB perusahaan, itulah yang akan kami berikan izin,” jelasnya. Hingga tanggal 26 Desember 2025, Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyelesaikan sebanyak 830 permohonan izin Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk komoditas mineral dalam periode 2024 hingga 2026. Dari total tersebut, sebanyak 336 izin telah disetujui untuk kegiatan produksi, 224 izin disetujui tanpa kegiatan produksi, 262 izin ditolak, 6 izin masih dalam proses evaluasi, dan 2 izin menunggu tanggapan. Untuk komoditas nikel, terdapat 207 permohonan RKAB yang telah mendapatkan persetujuan. Sebagai perbandingan, RKAB tahun 2024 yang telah disetujui untuk komoditas nikel mencapai 240 juta ton. Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memberikan indikasi bahwa pemerintah akan mengurangi produksi nikel pada tahun ini. Saat ini, menurut beliau, kementeriannya sedang melakukan evaluasi terhadap rencana RKAB untuk komoditas nikel. Kajian ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga di pasar. “Oleh karena itu, saya bersama Dirjen Minerba dan tim dari kementerian sedang mengkaji total kebutuhan nikel. Dari situ, kita dapat menentukan RKAB yang tepat, karena kita harus menjaga keseimbangan. Jangan sampai RKAB yang diberikan terlalu banyak, sementara penyerapan di industri tidak sesuai,” ungkap Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (3/1/2025). Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey pernah menyatakan bahwa produksi tambang nikel Indonesia pada tahun 2023 mencapai hampir 2 juta metrik ton (mt). Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan di pasar global, yang selanjutnya mendorong penurunan harga nikel secara berkelanjutan. "Pada tahun 2024, [produksi nikel di Indonesia] diperkirakan akan menurun. Kita mengalami kelebihan produksi pada tahun 2023, namun [pada tahun 2024] produksi akan sedikit terhambat akibat masalah RKAB dan kekurangan bahan baku. Ini sebenarnya merupakan masukan kami kepada pemerintah agar [produksi nikel] tidak berlebihan. Hal ini kembali berkaitan dengan produksi bijih nikel," ungkap Meidy saat dihubungi bulan lalu. Dia juga setuju jika pemerintah berencana untuk mengurangi kuota produksi dalam RKAB pertambangan nikel pada tahun 2025, dengan syarat bahwa volume pembatasan tersebut tidak terlalu signifikan. "Semoga dengan langkah tersebut, harga dapat meningkat, meskipun hanya sedikit. Selain itu, kita juga dapat mengatur kapasitas produksi dari nikel-nikel kelas 2," tambahnya.