Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menyatakan bahwa kolaborasi merupakan kunci dalam menghadapi tindak pidana di sektor jasa keuangan (TPSJK) yang semakin rumit. "Perkembangan sistem keuangan yang semakin rumit dan dinamis mengharuskan aparat penegak hukum serta pemangku kepentingan terkait untuk terus beradaptasi, terutama dengan meningkatnya penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dalam sektor keuangan," ujar Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika pada sosialisasi TPSJK bersama Otoritas Jasa Keuangan, di Bandarlampung, Selasa. Ia juga menekankan pentingnya langkah yang cepat dan kolaboratif untuk menghadapi berbagai modus kejahatan di sektor jasa keuangan. "Modus operasi kejahatan ini berubah dengan sangat cepat, sementara kita masih melakukan perbaikan dari titik ke titik. Saat ini, teknologi finansial atau fintech telah memanfaatkan AI secara masif, oleh karena itu kita juga harus beradaptasi untuk menghadapinya," tambahnya. Ia juga menyebutkan bahwa kemajuan teknologi di satu sisi mendorong inovasi di bidang keuangan, namun di sisi lain juga membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi. “Contohnya adalah maraknya investasi ilegal yang melibatkan masyarakat secara luas, serta penggunaan aset kripto seperti bitcoin untuk menyamarkan hasil kejahatan,” ujarnya. Menurutnya, kejahatan di sektor jasa keuangan dapat memiliki dampak yang luas, tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional, bahkan mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia. "Oleh karena itu, pentingnya kolaborasi antarlembaga, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, harus ada satu persepsi bahwa kejahatan di bidang ini harus kita hadapi bersama-sama,” ujarnya. Sementara itu, Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana menyatakan bahwa sejak didirikan berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 hingga akhir bulan April 2025, pihaknya telah menyelesaikan 144 perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan (SJK) yang telah dinyatakan lengkap (P-21). "Perkara tersebut terdiri dari 118 perkara Perbankan (PBKN), lima perkara Pasar Modal (PMDK), 20 perkara Asuransi dan Dana Pensiun (PPDP), dan 1 perkara Pembiayaan (PVML)," ujarnya. Yuliana juga menekankan pentingnya penyidikan di OJK untuk dapat berinteraksi secara positif dan aktif dengan aparat penegak hukum dari lembaga penegak hukum lainnya. "Ini termasuk melalui pelaksanaan nota kesepahaman dan pedoman kerja mengenai pencegahan, penegakan hukum, dan koordinasi dalam penanganan tindak pidana di sektor jasa keuangan antara OJK dengan Polri dan Kejaksaan RI," tambahnya. Ia juga menyampaikan bahwa kolaborasi yang kuat antara penyidik OJK dan Kepolisian diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, di tengah semakin kompleksnya penanganan tindak pidana di sektor jasa keuangan. "Dengan langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, kami optimis dapat menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong penguatan ekonomi nasional," tutupnya.