Sejumlah warga yang tergabung dalam aliansi Sukolilo Bangkit melakukan demonstrasi di depan kantor Polresta Pati. Mereka memberikan dukungan kepada pihak kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap tambang ilegal yang beroperasi di kawasan Pegunungan Kendeng. Warga dari Sukolilo tersebut tiba di lokasi menggunakan truk dan membawa spanduk yang berisi tuntutan penutupan tambang di Pegunungan Kendeng Pati. Selama aksi, mereka melakukan orasi dan menyanyikan lagu di hadapan petugas kepolisian yang berjaga. Beberapa perwakilan massa kemudian diizinkan untuk masuk ke dalam Kantor Polresta Pati guna melakukan audiensi yang berlangsung sekitar satu jam. Koordinator aksi, Slamet Riyanto, menyatakan bahwa kehadiran warga ini merupakan tindak lanjut dari surat laporan yang telah disampaikan kepada Polresta Pati mengenai keberadaan tambang ilegal di Pegunungan Kendeng. "Kedatangan kami di Polresta Pati adalah untuk menindaklanjuti surat yang kami kirim atas nama Sukolilo Bangkit dan warga yang menjadi korban pada tanggal 10 April 2025," ujarnya kepada wartawan di lokasi, Senin (5/5/2025). Slamet menyatakan bahwa tujuan dari aksi ini adalah untuk menanyakan tindakan yang telah diambil oleh penegak hukum. "Kami ingin bertanya, apakah tindakan telah dilakukan terkait kejahatan yang telah berlangsung lama dan merusak pegunungan serta bumi kita? Apa yang telah mereka lakukan?" ujarnya. Slamet dan beberapa warga lainnya sengaja datang ke Mapolresta Pati untuk memberikan dukungan kepada kepolisian agar menindak tegas keberadaan tambang ilegal. "Kami hadir di sini untuk memperkuat kepolisian. Kami hadir di sini untuk mendukung kepolisian, agar mereka tidak takut pada para preman dan mafia. Agar kepolisian tidak dimasuki oleh oknum-oknum yang merugikan negara," jelasnya. Slamet mengungkapkan bahwa mereka akan menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar jika tuntutan warga tidak ditindaklanjuti. "Jika hasil audiensi kami tidak ada tindak lanjut, kami akan membawa lebih banyak massa. Kami tidak akan pernah takut," tegasnya. Sementara itu, Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Gunretno, mengungkapkan bahwa terdapat 17 titik tambang di wilayah Pegunungan Kendeng yang beroperasi tanpa izin, sementara hanya ada empat titik yang memiliki izin. "Kami telah mengunjungi DPR, ESDM, polisi, dan instansi terkait ketika masyarakat Kendeng melaporkan adanya 17 titik tambang ilegal di Kecamatan Sukolilo dan Kayen, dan dari ESDM hanya empat yang memiliki izin. Hal ini diketahui oleh pihak kepolisian," ungkap Gunretno. Ia menambahkan bahwa keberadaan tambang tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan dan bencana alam. Oleh karena itu, tokoh sedulur Sikep ini meminta kepolisian untuk menutup tambang di Pegunungan Kendeng. "Ini adalah kejahatan lingkungan, tidak berizin, dan telah beroperasi lebih dari lima tahun," pungkas Gunretno. Tambang tersebut beroperasi tanpa izin dan terus menerus memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, tidak hanya menyebabkan kekeringan dan banjir, tetapi juga telah mengakibatkan bencana alam secara berkelanjutan sejak tahun 2014," ujarnya. Audiensi antara pihak kepolisian dan perwakilan masyarakat dilaksanakan secara tertutup, di mana peserta tidak diizinkan membawa perangkat komunikasi. Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Pati, AKP Heri Dwi Utomo, yang bertemu dengan warga, belum memberikan komentar. Para jurnalis menunggu di depan kantor reskrim untuk menghubunginya. Sebelumnya, massa tersebut sempat melakukan aksi di depan kantor DPRD Pati pada hari Senin (28/4) lalu, menuntut penutupan tambang ilegal di Pegunungan Kendeng.